Kami bukan musuhmu



Meskipun isu dan keresahan mengenai demo 4 november telah datang silih berganti beberapa hari sebelumnya, saya tetap pergi ke kantor hari Jumat itu. Semua berjalan seperti biasa, namun kami dipulangkan lebih awal untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Saya berangkat pulang, jalanan sangat sepi kala itu. Kami sekeluarga memilih diam dirumah menonton TV bersama, memantau jalannya aksi damai sambil bercengkrama, hal baik yang biasanya sangat jarang bisa terjadi akibat kesibukan saya.

Saya sempat berkutat dengan pekerjaan sambil makan malam karena masih ada beberapa deadline yang harus diselesaikan, namun ketika itu pukul 6.30 ketika kami berpikir demo telah berangsur selesai, malah saya mendapat berita warung kaki lima tempat teman saya berjualan dijarah. Karyawan dipukuli, gerobak dihancurkan, pun dengan beberapa pertokoan dekat warung kaki lima ini. Massa yang entah siapa dan datang dari mana, merupakan beberapa motor dan sekitar 5 metro mini, membawa berbagai bendera dan berpakaian layaknya peserta demo.

Seketika suasana di rumah kami, dan rumah kerabat, tetangga dan warga di lingkungan sekitar Pluit, Muara karang menjadi mencekam. Kami kembali memantau perkembangan lewat TV, dimana sudah mulai terjadi tindak anarkis juga disekitar Monas.

Waktu bergulir begitu cepat, saya meninggalkan semua pekerjaan dan makan malam, memasukan mobil kedalam rumah, petugas keamanan  langsung menutup kedua gerbang kompleks, tetiba suasana menjadi sangat hening. Kami hanya menerima aliran informasi bahwa ada banyak massa disana sini, hingga kejadian kerusuhan dan penjarahan terjadi lagi di Pakin. Lalu Pontianak.

Teman-teman yang baik, malam itu kami terus terjaga. Siren berbunyi silih berganti. Gambar dan Video membuat kami semakin cemas. Baju dan barang-barang penting sudah kami siapkan jikalau harus mengevakuasi diri secara darurat. Kami menerima pesan “Kamu jangan tidur dulu!”

Semalaman ibu saya berdoa. Semalaman saya mengantongi paspor saya. Lepas itu kami tidak lagi memantau perkembangan lewat HP. Percayalah, malam itu terasa sangat panjang sekali. Hingga akhirnya kami dapat terlelap sebentar setelah bapak presiden memberi pidato untuk menenangkan suasana, setelah suara sirene mobil polisi perlahan hilang. Teman, saya harap kamu tahu betapa traumatis nya kejadian yang kami alami ini, nyaris untuk kedua kalinya, tapi kami berharap kamu tidak akan pernah mengalaminya seumur hidupmu.

Banyak orang mengirim pesan meyakinkan kami bahwa pelaku peristiwa menyeramkan malam itu bukanlah pengunjuk rasa. Sahabatku, percayalah, kami tahu. Saya bersahabat dengan banyak teman muslim. Mempelajari nilai-nilai agama Islam yang begitu teguh, begitu teratur, begitu memberikan ketenangan pada hati yang sedang risau. Saya bisa berdialog dengan teman-teman muslim saya mengenai perbedaan dalam keyakinan kami masing masing over lunch. Yes, just like that, no hard feeling, no judgement, no negative vibes, obviously.

Tapi saya juga berharap semua tahu. Kami bukan musuhmu. Kami sama-sama rakyat, sama-sama warga negara. Terlepas dari aksi damai yang sedihnya dimanfaatkan oleh berbagai manusia tanpa kemanusiaan sebagai tunggangan politik dan sarana provokasi,  saya hanya ingin bilang, musuh kalian bukanlah kami. Bukan Cina/ Tionghua, bukan agama atau ras tertentu. Musuh kita bukanlah perbedaan. Musuh kita semua sebenarnya adalah mereka, pasukan penjarah entah datang darimana lalu memanfaatkan agama untuk meneror kami. Mereka lah yang salah menggunakan agama dan menistakan nya. Musuh kita adalah aktor-aktor disana yang memprovokasi, yang dengan segala kapasitas dan kekuatannya dapat menenangkan massa, tetapi malah menyulut api dan mengeruhkan suasana. Musuh kita adalah pikiran sempit kita, pikiran yang masih menghukum orang orang tanpa bukti, pikiran yang malas mencari tahu kebenaran suatu berita dan isu.

Marilah gunakan intelektualitas dan hati nurani kita, pada masa-masa dimana bangsa kita sedang dicoba, untuk membuktikan bahwa perbedaan tidak dapat menyebabkan keretakan. Mari kita sama sama bergandeng tangan membasmi musuh-musuh ini, musuh-musuh yang menyelinap dalam kehidupan kita sehari hari. Mari kita menggunakan ajaran agama masing-masing untuk menjalani hidup masing-masing, dan menggunakan hukum dan asas yang berlaku dalam negara demokrasi untuk menjalani kewajiban kita sebagai warga negara yang baik. Let us do what we ought to do, the wrongs will pay, eventually.

Sahabat, kami bukan musuhmu. Kita semua bersaudara J

Three years in one building make million memories

School’s final is finally over. I think I did well on most of the tests, except for mathematic. That doesn’t count because everyone know I’m terrible at numbers. Anyway, turns out the school gives us a holiday. Just one-fucking-holy-day. I know I should have gone somewhere, but friends seem busy so I’ll just keep you updated :b So while I’m not blogging, life has been really-really busy. There’s been weeks of fights, months of confusion on what major and university I should choose, preparation for the national exams, doing this yearbook thingy with friends, As you can see, it’s all about school. Back in the past, I will yapping around about how I hate to be busy with school stuff, but now? I can’t really complain about anything since there’s not much time left to feel this way ever again. Only a few more weeks and I will no longer go to that lame school. That lame school that have made me me. This is the school where I meet so many beloved people, learn a lot of good and bad things, learn about love and friendship. Discover a lot of new things, it’s already like my second home.

There’s no way I’m gonna leave school easily. I admit there are times when I wish I could burn the school, times when I only feel like skipping school, but then how can I not love my school? For God’s sake, I’ve been there all my life! I think I can even go there with my eyes closed. The end of school’s final is truly a wakeup call for me. I’ve always wished to take my ass out of school, but when the times finally come, I can only hope this is just a dream, that I will still wake up tomorrow, going to school and it’s still the first day of high school. I’m more than willing to face thousands and hundred more high-school-dramas, to have a fight with those annoying teachers, I would if I could. I will miss everything about my school. Its’ basketball court, its lame facilities, its canteen (and the food!), and every single side on it. I will miss my annoying teachers, my awesome friends, my basketball team, the boys' basketball team ( which was one of the most awesome team ever existed in our school!), my juniors and seniors. I will miss times I spent with my boyfriend at school.  I will miss the gossips, dramas, acting like a moron, staying up till late doing projects, organizing events together, going on field trips,  I will miss every single competitions, cheating on test(s), the parties we had, every hangouts…I will miss ignoring teachers while they teach, not doing homework and crying on the nights before mathematic test. I will miss hearing those stupid jokes, stupid high school jokes :’)
I’m excited to leave, but there’s this part of me that don’t want to let go. Or maybe I’m just afraid to lose this precious bond, and moments, and people that I love. Yeah, I know I’ve bumped into a phase where I can only cherish all the moments that left in front of me.

P.s : To whoever in my school, if you’re reading this at the moment, I love you, I will always love you, and our school. Please don’t ever change.

I know this is a bit sentimental, feel free to wipe.